Selasa, 26 Oktober 2010

Saya menggugat sang Liar!!

Karenamu aku menjadi manusia tak berguna

Hey !!! kenapa kau terlalu Liar

Sehingga aku benci melihat pendulummu

Memang aku anak kecil yang bermain di pantai

Ketika mataku terpana hal-hal kecil..

Seperti Karang, pasir, menutupi mataku

yang mulai sudah tak jelas melihat..

Lautan itu….

Aku mencintai sang liar!!!

Tapi cintaku hanya sebatas “Cinta Geosentris”

Dimana aku mencintaimu penuh dengan dogma,

"ketidakbergunaan" aku merasa mencintaimu.

Terpengaruh oleh meandernya iman.

Tak ada pembuktiaan…..

Bahkan, ketika aku membuktikan cintaku dengan indahnya science ..

Kau malah menganggap aku orang gila, bahkan kau menyakitiku dengan "penjara itu"

Ciptaan nalarku, telah menjadi ilmu bukti!!

Dimana kau dan aku dapat melihat indahnya tingkatan langit itu..

Tapi kau terlalu liar..

Hingga akhirnya kau menyadari bahwa aku telah mencintaimu..

“Heliosentriskah?”, kau lirih menjawabnya

Sampai sang liar membuat mataku gelap , benar-benar tak berguna "aku"

Karena aku anak kecil yang tak pernah lagi melihat..

Lautan…

Bahkan hal-hal kecil, seperti karang, pasir itu..

Ingatlah!!!

aku membuktikan cinta dengan melawan dogma itu..

bahkan ketidakbergunaan ini.. aku melawannya!!!

Aku tidak mau mencintaimu seperti manusia biasa lainnya

hanya bermodalkan iman...

Aku mencintaimu secara heliosentris…..

inspiration Galileo Galilei

"ketika saya membaca tingkahlaku manusia sore itu ternyata "Geosentris" yang ia pertunjukan, yaitu ketika dia memaksakan sang liar "waktu" untuk mengatakan "kau tidak berguna",, sehingga bertebarlah ketidakpercayaan itu". kemunafikan lebih jelasnya telah menggerogoti manusia pecinta geosentris ini. Butuh pembuktian "cinta heliosentris" untuk mengembalikan kepercayaan seseorang (Ternyata aku berguna di dunia ini!!!).Lalu tindakan mana yang anda pilih ketika sang liar menghampiri anda dalam ruang "ketidakbergunaan"? Geosentris atau heliosentriskah?

Posted on Selasa, Oktober 26, 2010 by Rianto

No comments

Sabtu, 02 Oktober 2010

Bagi Seluruh.. CALON ANGGOTA BARU 2010 harap gabung Group Facebook OCAB. Group:OCAB LKM UNJ 2010. Rundown PPKM, Public Speaking Day, Pujian Bahasaku, Sharing PKM. RUANG REDAKSI SELALU MENYUGUHKAN INSPIRASI.

(corat-coret di LKM)

Setelah salat Isya, saya melihat jam menunjukan 22.40 WIB. Jam dinding itu, seperti saksi betapa banyak lorong waktu, jam, menit, detik, telah saya lewatkan di kota ini, Jakarta. Melihat kaca di sebuah gubuk penalaran, membuat saya tertegun. Rambut saya terlalu gondrong, menandakan bahwa saya sudah hampir satu tahun, bahkan dua tahun berada ditempat ini. Sebab tahun kemarin, saya ingat bahwa rambut ini gondrong. Saya merasa ada di lorong waktu setahun yang lalu. Tahun lalu yang agak suram, tak mengenal apa-apa, bingung ngisi KRS, takut observasi untuk kreatis, dipilih jadi ketua Expo, tak berkarya pula. Saya yakin tempo bermain disini.

Mengapa sang filsuf banyak mengatakan waktu itu liar, tak bisa dikendalikan. Saya pun teringat waktu acara pelatihan program kreativitas Universitas, FE, maupun di ruang serbaguna FIS. Disana, saya banyak melihat maba bingung tentang apa itu PKM, LKM, Proposal, apapun yang berkaitan dengan hal-hal yang baru. Kebingungan itu identik dengan bengong, susah mengeluarkan pendapat, pura-pura baca saat diskusi ataupun kebalikannya, banyak nanya, banyak mengeluarkan pendapat dan aktif menjawab pertanyaan. Jelas tempo yang liar bermain disini, saya mengenang.

Mahasiswa yang saya temui itu, merupakan penjelmaan saya ketika menjadi maba 2008. Ketika lorong waktu membawa saya ke zaman 2008, pastinya saya sama dengan maba itu. Ruang dan waktu telah membawa saya dalam derasnya mistika tentang makna perubahan. Goethe menjelaskan manusia yang tidak belajar dari masa tiga ribu tahun yang lalu, merupakan manusia yang hidup tidak menggunakan akalnya. Kata –kata Goethe menjadi membuat bulu kuduk saya merinding. Sebab, adakah Jawaban perubahan yang saya dapatkan setelah melewati ruang dan waktu selama dua tahun?.**

Ngorek Alienasi***

Buku Alienasi Richard Schacht menepuk dada dan otak saya untuk bangun dari mistika. Terang sekali, menjelaskan bagaimana seorang Filsuf sekalibaer Imanuel Kant pun dapat mengalami alienasi. Dimana akal sebenarnya. Tak sehebat filsuf yang dijelaskan Richard, saya pun mengalami alienasi. Jelasnnya, Alienasi ruang dan waktu.

Saya merasakan dingin ditangan saya, ketika jari mulai bermain di keyboard hitam dan mouse ini. Keyboard, mouse yang selama ini menemani saya dalam berkarya. Menulis esai, ngetik makalah, mengerjakan tugas, sampai main game –Plants and Zombie-. Tak sangka sekarang, saya bakal punya dua adik dalam gubuk penalaran ini. Saya merasa males, bahkan takut, kalau-kalau saya tidak mencontohkan yang baik. Takut kalau ada yang tanya, “Ka-Ka, tolong ajarin saya bikin kontemplasi dong?”. Saya pastinya malu kalau jawab, “he,he, Ka-Ka gak bisa de, sama yang laen aja ya”, sambil tersenyum merasa bersalah. “Jelas tempo bermain disini” hati saya bilang.

Terkadang saya malu dengan menggelontornya sertifikat bernama saya. Prestasi, segala macam anugerah yang mengikuti hidup ini membuat saya berfikir kembali lagi di zaman maba. Jelas maba tadi adalah saya. Saya masih bengong, masih susah mengeluarkan pendapat. Sehingga satu pertanyaan alienasi muncul, “Siapakah saya sebenarnya, sekarang ini?”. Si egoiskah.

Untuk melihat siapa saya, sekali lagi melihat kaca. Ya, ternyata saya merasa dibawa zaman maba, jelas rambut saya tetap gondrong. Tapi rambut saya lebih panjang dari tahun kemarin. Tapi apakah sebanding dengan panjangnya ilmu pengetahuan yang saya dapat. Saya rasa tidak. Disnilah kunci mengapa saya ngorek alienasi dalam gubuk penalaran ini. Kita semua dapat mengalami alienasi dalam gubuk penalaran. Manja, malas diskusi, malas menulis, merasa paling bodoh, egois, pastinya membayangi.

Benar kiranya ketika dikatakan “bersumpah tuk menjadi lebih baik, tapi ruang dan waktu tak membantu –SID- untuk menjawab alienasi itu. Manusia akan banyak menyalahkan ruang dan waktu itu sendiri. Dengan penyesalan tinggi, kita memang harus “jujur spontan” bahwa tak sedikitpun perubahan yang didapat. Disinilah saya berani bilang pastinya, alasan untuk menutup alienasi itu adalah membayar dengan kata maaf dan menyibukan dengan perubahan diri sendiri. Sehingga lupa siapakah diri ini?. Jelaslah ruang dan waktu telah menghakimi kita dengan penyesalan.

Pencipta Encouragement

Percaya atau tidak,ruang dan waktu terasa mengikat penyesalan kita sebagai makhluk yang gak dablek-dablek banget sebenarnya. Beberapa kali, saya balik lagi tulisan Rhenald Kasali mengenai encouragement. Saya merasa menjadi pembaca akut encouragement. Sebab tulisan itu menjawab alienasi ini. Pesannya pun ringan, seharusnya kita menjadi pemicu orang untuk melakukan perubahan. Bangsa ini banyak dipenuhi oleh orang-orang perusak daripada pembangun.

Manusia tidak bisa memecahkan permasalahan sendiri. Memang kita mempunyai otak untuk jalan di track masing-masing. Tapi apakah kita siap ketika ada orang yang ingin dibantu ataupun membonceng kita untuk menuju track yang lebih baik, tak berbatu, tak licin, dan tidak berbahaya. Siapa tahu orang yang kita bantu adalah orang yang bakal meneruskan track mimpi kita. Mario Teguh menjelaskan, orang besar pasti mempunyai pekerjaan besar pula untuk dilanjutkan oleh orang lain. Lebih jelasYip_Man mendengungkan, “tak selamanya saya menjadi yang terkuat, selalu menang, karena manusia itu pasti tua, oleh karena itu fungsinya regenarasi”.

Sekarang, pukul 03.05 WIB. Saya teringat adik-adik saya, yang mungkin sekarang sedang terlelap tidur menikmati ruang dan waktunya. Terkadang saya menghakiminya dengan sedikit “kompor”, agak berlebihan. Mungkin dengan sedikit menyiksa diri dengan begadang, dapat membayar itu. Melalui tulisan ini, penulis mengajak kembali kawannya yang merasa tidak mempunyai peran. Sikap tidak ketidakberdayaan, merasa bersalah, takut menjadi Ka-Ka, seharusnya dileburkan melalui encouragement. Sehingga waktu yang liar-tak bisa dikendalikan, dapat dikukung dengan saling membangun.

Sayangnya saya hanya bisa menulis. Jadi tulisan ini saja yang bisa saya berikan sebagai mental encouragement. Meski tak sehebat bom di Sumber Artha, Kali malang. Pun, tak segeger bentrokan di Jakarta selatan. Semoga bisa menjadi pemicu mental encouragement sekaligus sebagai kritikan saya sendiri yang kaku ketika harus belajar untuk membimbing orang lain. Gubug penalaran sepertinya memperhatikan gerak saya, yang mulai tidak fokus lagi dalam mengetik. Sepertinya cukup, cukup laper, haus, ngantuk. Saya ingat, sore nanti harus belajar untuk mengabdi pada peradaban. Ya, inilah saya. terkadang lupa, terkadang ingat suatu kepercayaan yang telah diberikan orang lain.

Renungan malam ini "mendapatkan kepercayaan sangatlah mudah, tapi mengembalikan kepercayaan orang lain yang telah hilang, sangatlah sulit. Saya tutup tulisan ini dengan kata-kata Tan Malaka. “Akuilah dengan hati putih bersih bahwa kalian mampu dan sanggup belajar dari barat, tapi kamu jangan jadi peniru Barat. Melainkan murid dari Timur yang cerdas yang memenuhi kemauan alam dan seterusnya melebihi guru-guru di Barat, sanggup dan mampukah kalian menjadi murid dari timur yang cerdas?”. Ruang dan waktu menjadi dialektika.

*Tulisan ini untuk menjawab pertanyaan seseorang, serta meragukan kata maaf yang terkikis. Harapannya, ketika kepompong retak, keluarlah kupu-kupu bersayap indah, seperti apa yang dikatakan Wallace di tanah kita. Begitulah metamorfosa. Dialektika kehidupan, kupu-kupu bersayap indah, bawalah teman-temanku untuk bisa menyatukan indahnya sebuah perbedaan karakter. Ditengah meradangnya Egoisme Aku, Kau, ataupun Dia.

(Rianto Anarki)

** kalo ada yang tau jawabannya kirim ke 085693507910 (bisa berupa saran, kritik, ataupun kata2 encouragement)

***Di akhir Abad 20, Konsep Alienasi dan keterasingan telah digunakan banyak Filsuf, Ilmuwan sosial, teolog, seniman, dan kritikus untuk menggambarkan sejenis eksistensi yang telah menjadi hal yang umum di dunia modern. Eksistensi semacam ini seringkali dipandang sebagai kehidupan yang tidak diinginkan. Dalam istilah umumnya, orang yang teralienasi biasanya digambarkan sebagai orang yang entah bagaimana tercerabut dari diri “sejati”-nya, budayanya, alam, orang lain,kehidupan politik, bahkan Tuhan.

(Avant-Propos :Prawacana dari Penerbit buku Alienasi, Richard Schacht)

Tambahan,,, bukunya ada di Loker Buku LKM (minjem boleh asal baca di LKM, kalo dibawa pulang gak boleh), Selamat Membaca, Terima Kasih.

Posted on Sabtu, Oktober 02, 2010 by Rianto

No comments