Poeze menjelaskan tujuan Tan Malaka menulis brosur S.I Semarang and Onderwijs |
"Akuilah
dengan hati yang putih bersih, bahwa kamu sanggup dan mesti belajar dari orang
Barat. Tapi kamu jangan jadi peniru Barat. Melainkan seorang murid dari Timur
yang cerdas, suka memenuhi kemauan alam dan seterusnya dapat melebihi
kepintaran guru-gurunya di Barat” (Tan Malaka)
Tiga Januari 2012 lalu saat
penulis menjadi moderator pada kuliah umum yang diadakan Lembaga Kajian
Mahasiswa (LKM) UNJ sempat berkunjung ke Hotel Saloom, Senen, Jakarta, janjian bertemu dengan Poeze.
Awalnya rencana diskusi itu tidak diagendakan oleh Poeze. Karena Poeze sendiri
sedang sibuk melaunching
bukunya yang terbaru mengenai pemberontakan Madiun.
Panitia meminta Poeze untuk
mengisi kuliah umum untuk menjelaskan sepak terjang Tan Malaka dalam dunia
pendidikan di Kampus UNJ. Pustaka Kaji yang menerbitkan ulang buku “Serikat Islam Semarang dan Onderwijs”, bekerja sama dengan
Poeze untuk memberikan kata pengantar.
Jimmy F Paat, aktivis pendidikan mengikuti diskusi |
Dalam diskusi, Poeze
menyatakan bahwa pemikiran pendidikan Tan Malaka dibentuk karena pengaruh dari
sekolah guru di Haarlem, pengalaman
dalam praktik di Deli dan Semarang, dan mungkin diskusi mengenai teori-teori
pendidikan Belanda telah membentuk pemikirannya.
Di Haarlem, Tan Malaka merupakan
sosok pribadi dari hindia belanda yang maju. Diakui guru-guru disana Tan Malaka
sanggup mengikuti pelajaran ilmu pasti yang rata-rata guru belanda mengejek murid dari hindia belanda kebanyakan tak mampu
menguasainya.
Ketika ia mendapatkan kesempatan
mengajar di Deli, ia
sangat senang untuk mempraktikkan keilmuannya. Ia mengajarkan anak-anak kuli
kontrak. Pun Tan Malaka mendesak para pembesar untuk menggelontorkan dana bagi
pendidikan mereka, agar dapat menekan efisiensi. Namun usahanya gagal dan
ditolak.
Hingga akhirnya ia berkesempatan
untuk mendirikan sekolah di Semarang. Di sana ia membuat brosur kecil mengenai
pengembangan pemikirannya dalam pendidikan.
Lody F Paat, dari Koalisi Pendidikan dan aktivis pendidikan di
UNJ menyatakan, "Risalah ini
sangat penting untuk dijadikan referensi agar mengetahui sejarah pendidikan. Usaha Tan Malaka pun melampaui apa yang pernah dilakukan
oleh Paulo Freire."
| |
Menurut Tan Malaka, ada tiga
tujuan mendirikan sekolah pada saat itu. Pertama memberi senjata cukup buat pencarian
kehidupan dalam dunia kemodalan (berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa belanda,
jawa, melayu dsb),
kedua memberi haknya murid-murid, yakni kesukaan hidup, dengan jalan pergaulan
(vereniging). Ketiga menunjukan
kewajiban kelak, terhadap pada berjuta-juta kaum kromo.
Dengan adanya
haluan/onderwijs tegaslah sudah maksud
mendirikan sekolah tersebut. Maksudnya adalah mencari suata macam didikan yang
bisa mendatangkan faedah bagi rakyat. Menariknya ketika sekolah kekurangan
guru, Tan Malaka menciptakan kursus guru di sekolah tersebut. Ia menekankan
perkara guru itu penting sekali. Jangan guru keluaran kweekschool, yang tak
berani memihak. Kalaupun memihak itu karena gajinya saja, bukan karena haluannya.
Jiwa pedagog Tan Malaka pun
terlihat pada penyusunan Madilog. Buku itu disusun dengan menujukan semangat
keilmiahan Tan Malaka.
“Ia menyusun buku itu agar mudah dimengerti, seperti
halnya guru, ia ingin tulisannya dimengerti dan mudah dicerna”, kata Poeze.
Sebagai penggagas awal republik ini ia dianggap sebagai
Bapak Republik. Impiannya
tersebut bisa dilihat dari gagasan tulisannya “De Naar Republik Indonesia”. Namun, Tan Malaka telat mengetahui
jalannya proklamasi.
“Dan ini tragis”, menurut
Poeze.
0 komentar:
Posting Komentar