Tadi siang saat
loper koran datang, ia membawa majalah tempo. Langsung saja aku buka lembar
demi lembar mengamini do’a menjadi
manusia baca. Temanku tergoda dengan paragraf terakhir tulisan Goenawan
Mohammad dalam capingnya yang berjudul Malin.
Ah, Goenawan Mohammad dalam tulisannya itu
menggoda imajinasiku. Imajinasi untuk lupa dan mengingat. Seperti puisi Chairi Anwar yang ia kutip
untuk mengajak,
“Mari
melupa”
Barangkali
aku ingin menjadi manusia yang super lupa. Lupa untuk mengingat ke masa depan. Nah,
jadi lupa kan aku mau cerita ini buku. Kamu tahu, kita sering berbicara, mengobrol,
bergurau di disudut-sudut Jakarta. Kamu sendiri sedari tadi pagi, siang, dan
malam melangkahkan kaki di Jakarta? Apa kamu lupa, kamu adalah bagian dari
Jakarta. Ayolah, aku ingin mendengar kisahmu.
Baiklah aku yang
bakal bercerita lagi. Rosihan Anwar menjadi pendongeng Jakarta. Lewat bukunya
Kisah-Kisah Jakarta Setelah Proklamasi
(1977) terbitan Pustaka Jaya menjadi sarapan kata yang menarik hari ini.
Nah, ini buku mengantarkanku untuk masuk
di poros mahasiswa rabu lalu. Aku bersyukur tukang buku memberikan do’a melalui
buku ini hingga aku membuat dan berbagi tulisan.
Rosihan Anwar
bilang,
“Semoga dengan
membaca kisah-kisah ini generasi muda dan generasi-generasi yang akan datang
memperoleh kesan betapa pentingnya dan menentukan peranan kota Jakarta dalam
revolusi kemerdekaan bangsa Indonesia”
Wah jakarta begitu
penting di mata Rosihan Anwar. Berbagi kenang-kenangan berupa kata dan tulisan
seperti ini membutku cemburu kata-kata.
Rosihan Anwar sebagai Wartawan mampu berkisah, mendongeng Jakarta. Hebat, ia mengurai kisah-kisah Jakarta
melalui pengalaman-pengalamannya sendiri dan beberapa laporan-laporan dari
media massa kala itu.
Aku membayangkan
gerak tubuh interaksi dari Rosihan Anwar yang bertemu orang-orang hebat macam
Soekarno, Hatta, Amir Syarifuddin telah membentuk kisah nostalgianya itu. Kala
itu ia bertemu dengan Amir Syarifuddin yang diangkat oleh Soekarno sebagai Menteri
Penerangan. Ia baru bebas. Saat itu ia ditangkap oleh Jepang. Lalu Rosihan
Anwar berkisah,
“Saya menyambut
kedatangan Amir Syarifuddin di Stasiun Jatinegara. Petang harinya saya datang
ke rumahnya di Jalan Merbabu. Saya mau menulis tentang dirinya. Ia masih lelah
tampaknya. Badannya kurus, karena bertahun-tahun mendekam dalam penjara. Dia
tidak banyak bercerita tentang pengalamannya”
Di mata Rosihan
Anwar banyak kisah-kisah tentang Jakarta sekitar masa antara Agustus 1945 dan Januari
1946. Kisahnya bertemu dengan seniman-seniman Jakarta macam Cornel Simanjuntak,
Kusbini, Ibu Sud, H.B.Jassin, Amir Hamzah juga membuatku iri. Rosihan Anwar merasa terpincut si dunia kesusastraan.
Dari situ mereka membentuk Sastrawan Angkatan Baru.Pada saat itu bercerita
mengenai Chairil Anwar yang membacakan sajaknya.
“biar peluru menembus kulitku…”
Dari Gang
Kingkit, kisah-kisah Jakarta bergerak melaju dengan kisah-kisah seru.
“Ketika saya
baru pindah ke gang kingkit”, menurutnya, “Pada suatu pagi kira-kira pukul 11
saya lihat pemuda-pemuda mengelompok di Rijswik.”
Ternyata ada dua
orang Jepang berpakaian preman di kejar-kejar oleh pemuda. Dengan mengunakan
bambu runcing pemuda itu berhasil menusuk pantat mereka.
“Kalau malam
hari kami tidak keluar lagi dari Gang Kingkit. Kami duduk bersama-sama
membicarakan berita-berita yang masing-masing kami peroleh di siang hari. Kami
tahu pertempuran berlangsung di Senen, Tanah Abang, Manggarai, Jatinegara,
Sawah Besar. Kami juga meninjau juga
perkembangan politik di dalam negeri”
Di zaman siap-siap itu, Rosihan Anwar menjadi
saksi sejarah yang mencatat Jakarta sebagai kota penting dalam pengamanan
Proklamasi. Terkadang sebagai Wartawan ia pun menulis puisi sebagai ungkapan
kejadian yang ia alami. Contohnya puisi berjudul Kini Abad Rakyat Jelata yang
dimuat di harian Merdeka. Dengan
jeritan zaman sekarang//Terhambur dari mulut dunia//bagai ledakan
bertalu-talu//kuasa seputar alam samudera//Bergema jaya dalam kalbu//
Rosihan Anwar menjadi
wartawan, penulis yang penting bagi kita. Kamu, kalau suatu saat nanti ke toko
buku lagi, ngobrol dengan tukang buku, lalu tangan-tangan halusmu bertemu
dengan buku-buku Rosihan Anwar lainnya, tolong kamu kabari aku. SMS atau mention aku di twitter. Duh,
aku ingin membaca buku-buku gubahannya yang lain.
Dari situ aku
bakal kembali menuliskan dan berkisah ke kamu. Aku beruntung mendapat asupan
gizi kata dari kisah-kisah hebat yang ditulisnya. Sehingga kita mejadi manusia
Jakarta yang mengungkapkan kecintaan dengan kata-kata. Aku pun ingin memelukmu
dengan kata dan kisah. Aku yakin, selalu ada do’a dalam buku disetiap kata-kata
yang kita bagi dan bacakan.
Selamat malam
sayang..
0 komentar:
Posting Komentar