Affandi aku
generasi sekarang yang ingin berjumpa, mengobrol, melihatmu melukis. Melihat
lukisanmu selalu ada do’a : aku ingin mataku basah dengan goresan-goresan
kuasmu yang kuat. Goresan-goresan itu, mengajakku dengan kusyu, aku ingin
melihatmu langsung saat melukis. Aku melihatmu, hanya dari cerita-cerita. Aku
yang dilahirkan di zaman instagram memang mudah ketika mencari foto-fotomu,
lukisan-lukisanmu. Tapi aku lebih tertarik dengan lukisan kata, lukisan
imajinasi kata yang berbentuk huruf-huruf kehidupanmu. Lalu jadi cerita. Hebat,
aku bisa membayangmu dari kata dan cerita.
Dalam buku Sudjojono dan Aku. Mia Bustam sering
kali menyebutmu, menceritakanmu. Aku terharu ketika hidupmu penuh dengan
kisah-kisah hebat. Dalam LKS ataupun buku paket saat sekolah aku hanya dapat
sedikit sekali kata. LKS dan buku paket miskin kisahmu.
Saat aku
sendiri di kamar, meratapi hidupku. Aku malah menjelajahi, meniduri kembali
majalah horison lawas yang aku beli bersama (Alm) temanku Goher. Aku menginap
di rumahnya (Cengkareng), bercerita mengenai skripsi, cita-cita, hidup, pacar
dan lain2. Kadang-kadang dia meledekku karena aku tidak berani berkata-kata
dengan perempuan. Aku bersyukur dan berdoa untukmu di sana. Kawan, aku ingin
menjadi master dan monster kata-kata!
Dari toko buku
Delawas yang kau tunjukan itu, aku membeli majalah Horison (1985) yang jelek lusuh itu hanya lima ribu rupiah. Duh, aku menghabiskan
uang hamipr seratus ribu. Kau bingung. Aku banyak membeli buku. Tapi buku-buku
bukan untuk kuliah. Bukan untuk skripsi. Sampai sekarang aku terlunta-lunta.
Cedera kata untuk menulis skripsi. Curhat.
Dari majalah
Horison itu aku berkenalan dengan Affandi. Kusnadi menulis tentang Affandi.
Kusnadi mengatakan Affandi adalah Tokoh Pembaharu Seni Lukis Indonesia. Sial..
kakek ini orang hebat. Affandi pelukis
yang mulai berkiprah sejak tahun 1936. Dari permulaan itu saja Affandi sudah
sangar dengan lukisan-lukisannya.
Affandi cerdas
dalam anatomi tubuh saat melukis (lihat lukisan Ibu). Uh, aku ingin seperti Affandi. Bisa melukis
istrinya yang tercinta Maryati, melukis anaknya Kartika. Tapi aku sedih, aku
hanya bisa melukis dengan kata-kata, Juga aku ingin bilang untuk istriku kelak,
aku ingin melukismu dengan kata-kata! Afandi melukis, aku juga melukis.
Kusnadi
menilai, teknik naturalistis Affandi dikuasai bukan dari secara formal. Kusnadi
menulis, “bukanlah dari belajar secara formal , tapi oleh kelihaian pernah
menyelinap “menajdi model” dalam studio pelukis Belanda tahun 30-an di Bandung,
sehingga mampu mengintip cara studi
melukis model”. Kisah itu berdasarkan cerita dari Popo Iskandar.
Affandi
seorang pengagum Michael Anggelo dan Van Gogh ini bisa jadi contoh buatku untuk
pandai menyelinap. Menyelinap kata, menyelinap makna agar mempunyai
goresan-goresan hidup yang tak melulu diajarkan dari yang FORMAL (Sekolah).
Sekolah yang formal-formal itu justru bukan menyelinapkan ilmu. Kadang-kadang,
diam—diam hanya melenyapkan pengetahuan.
Merinding
melihat lukisan Affandi berjudul “Pengemis”. Dalam karya cat air ini Affandi
mengajarkan kita untuk jangan ragu-ragu. Karya yang terdiri dari tiga lembaran
kertas ini menggambarkan dengan apik, cerdas, hebat, bertutur. Kusnadi menulis,
“Sejak ia
nampak datang dari kejauhan, sampai diam berdiri meminta uang; kemudian pergi
setelah menerima sesuatu ataupun tidak.”
Salah satu
karya masterpiece Affandi ini seperti hidup.
Aku menjadi membayangkan lukisan ini seperti hidup, seperti bergerak. Sayang,
aku ingin melihat langsung lukisan ini. Karya yang harus aku lihat selama kita
hidup.
Suatu saat
nanti aku akan ingin bilang pada kamu, aku pasti mampu melihat semua lukisan-lukisan
Affandi secara langsung bersamamu. Menulis terus tentang Affandi. Melukis Affandi melalui kata
menjadi kerja menantang untukku. Mengkoleksi kisah Affandi di mana saja. Di majalah,
di koran, di buku, bahkan di sebuah percakapan sunyi sekalipun. Aku gali itu. Ah, aku menulismu sedikit sekali. Affandi, aku
berdoa dari sini : Aku melukismu huruf-demi huruf, kata-demi kata. Dari situ
aku menghargaimu melalui kata-kata. Semoga
yang membaca, kamu sudi berbagi kisah tentang keringnya aku tentang kisah-kisah
hebat lainnya tentang Affandi. Lalu sudi memberikan aku kata, kisah, buku yang
melukis kisah hidup Affandi. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar