Aristoteles mengatakan manusia adalah makhluk politik. Politik yang diharapkan Aristoteles pun yang mampu menyelenggarakan kemakmuran dan keadilan. Artinya politik yang tidak’politis’. Saat ada praktik politis itu mahasiswa menjadi garda terdepan untuk mengajukan protes dengan melakukan demonstrasi di jalan-jalan.

Sekarang kita ingat mahasiswa sering dicap jelek saat berdemo. Justru pada saat itulah mahasiswa coba mengaktifkan akal sehatnya dalam bentuk protes. Justru  di situlah salah satu  peran mahasiswa sebagai bagian intelegensia. 

Persis yang dikatakan Arief Budiman dalam aksinya  mahasiswa menggabungkan kritik dengan aksi-aksi massa. Dengan begitu mahasiswa menjadi kekuatan yang terus menjadi kekuatan yang menentang kekuatan penguasa.  

 
Jika hari ini ada iring-iringan anak muda yang berdemo berteriak anti sumpah pemuda. Sudah saatnya mahasiswa sebagai pemuda  untuk berfikir sehat. Justru di sumpah pemuda itu bisa kita hayati sebagai fundamen historis mentalitas berpolitik  yang mengaktifkan akal sehat kaum muda. Inilah politik anak muda.

Jika hari ini kita jijik melihat spanduk-spanduk calon legislatif di jalan-jalan, di tahun politik ini bisa jadi ajang mahasiswa berdialog dan beradu  gagasan dengan mereka. Jangan-jangan mereka yang di spanduk-spanduk itu ‘monster’ yang siap menyerang negeri ini dengan praktik-praktik korupsinya. Politik pun hilang titahnya sebagai penyelenggaraan kemakmuran dan keadilan. Jadi yang kita ingat politik hari ini adalah politik itu kotor.

Kalaupun jalan politik menjadi jalan membangun negeri, haruskah  mahasiswa mesti aktif di politik? Pertanyaan mendasarnya politik yang seperti apa? Ahok dalam suratnya menyebutkan yakni politik yang jujur, bersih dan melayani. Jadilah  politikus yang berjuang untuk keadilan sosial, bukan untuk kekuasaan dan kekayaan (Surat dari dan untuk Pemimpin, Tempo Institute). Mahasiswa harus berani menjadi politikus.

Terkadang politik itu menjadi barang haram bagi mahasiswa. Jalan terbaik yang bisa ditengahi adalah apapun profesi yang mahasiswa geluti kelak maka  jadilah yang terbaik dibidang apa pun. Membangun negeri tanpa orang-orang terbaik sulit dikatakan perubahan dapat terwujud.  Contohnya jika kita mahasiswa calon guru maka jadilah guru yang terbaik yang wawasannnya luas dengan terus berliterasi, terus mengembangkan imajinasi anak didiknya. Begitu.

 *Tulisan ini masuk di rubrik poros mahasiswa Seputar Indonesia (koran Sindo) 8 November 2013