Di masa penjajahan kita mesti berterimakasih kepada antropolog/etnolog (sebutan apresiasi saya) bule macam Rafles, Wilken, ataupun Crawfurd . Sebab, merekalah salah satu yang mendokumentasikan hukum adat indonesia secara sederhana. Melalui laporan-laporan sederhana berupa catatan-catatan mengenai daerah yang dipimpinnya. Mereka memperlukan data ini, karena informasi untuk mengetahui hukum yang berlaku di masyarakat dipakai untuk proyeksi ke depan.

Namun apa pentingnya bagi kita yang bukankah sudah mengetahui adat dan hukum itu sendiri? Tidak!, menurut Soekanto dalam buku Menindjau Hukum Adat Indonesia (1954) terbitan Penerbit Soeroengaan menjawab dengan,

"Memang, kita adalah orang Indonesia dan hidup dalam suasana adat kita sendiri! Memang, kita sesungguhnja tidak usah menemukan adat kita sendiri.!" Selanjutnya dengan lantang Soekanto menjawab,

 "Akan tetapi, adat ini harus diketemukan, untuk mengetahui, untuk mengarti, untuk insjaf bahwa hukum adat kita adalah hukum, jang tak dapat diabaikan begitu sadja; jang menarik perhatian kaum tjerdik pandai; jang deradjatnya tidak rendah dibandingkan dengan hukum-hukum bangsa lain, hukum ini harus diketemukan supaja dapat penghargaan jang selajaknya, bukan oleh kita sendiri, akan tetapi oleh bangsa lain. Pengertian tentang hukum adat kita oleh kita tentu sudah ada sedjak sedia kala; akan tetapi pengertian hukum adat kita belum dimengerti bangsa lain!

Gila, pikirku. Soekanto memikirkan sampai sejauh itu. Hukum adat kita sejak zaman kompeni ternyata sudah diteleiti. Di bab II mengenai sejarah hukum adat kita akan bertemu dengan nama-nama gubernur zaman Inggris dan lainnya yang mempunyai andil besar dalam gambaran awal adat istiadat yang ada di Indonesia. Kita patut bersyukur dan merayakan pekerjaan-pekerjaan kecil dari Marsden, Rafles, Crawfurd yang menunjukan suatu peninjaun, pemeriksaan, tentang hukum adat yang ditulis dalam bahasa Inggris. Marsden contohnya mengarang buku "The History of Sumatra", buku ini berisi tentang sejarah, ilmu bumi, ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan, hasil bumi, perdagangan, hukum adat, dan kesusilaan (moral) tentang sumatra dengan bahan-bahan dari sumatra.

Mengenai bahan-bahan ada perbedaan tinjauan ynag menurutku cukup menarik. Misalnya, Raffles mengambil bahan sebanyak-banyaknya dari tanah kerajaan. Sedangakan van den Bosch mengambil bahan-bahan sebanyaknya dari daerah pertanian (Jawa Barat) ketika ia melakukannya dengan jalan-jalan.

Dengan membaca buku ini, nurani kita akan terperangah dengan hasil penelitian/laporan sederhana , ada beberapa ahli hukum bule yang peduli akan keberlangsungan hidup penduduk asli. Mr.H.L.Wichers (1800-1853) mengatakan, "Penduduk asli dari kepulauan Hindia (Indoensia) dibiarkan hidup menurut hukum-hukum dan tradisi-tradisi sendiri akan tetapi perselisihan dapat timbul bila ada pergaulan dengan orang-orang yang mengikuti hukum berlainan, walaupun mereka sama-sama anggota dari satu golongan masyarakat.". Oleh karena itu, "Penduduk asli harus dihargai dalam soal miliknya dan bahwa kepulauan sesungguhnya suatu kelompok pulau-pulau jang menjadi satu, merupakan suatu kesatuan bangsa, (Hal 33)