Siapa masih ingat cerita kecerdikan si kancil ? Di sekolah SD dulu tentu kita sering mendengar guru bercerita tentang kancil dan buaya yang dibacakan lewat lks dan buku paket. Kadang-kadang cerita yang diadopsi dari cerita rakyat itu muncul di pilihan ganda. Kita mesti menjawab sifat atau karakter dari binatang itu.

Buku Tjerita Rakjat III (1963) terbitan P.N. Balai Pustaka ini bisa menjadi penyambung imaji bocah saat kita SD dulu. Cerita di dalamnya masih didominasi dengan perumpamaan atau anekdot-anekdot cerita binatang yang kadang-kadang membuat kita tertawa, sedih, kesal, atapun memuji karakter baik.

R.S Prawiraatmadja dalam sepatah kata, memberikan tujuan dari penerbitan buku ini yang menurutnya, "Sebagai sumbangan  di bidang mental/kebudajaan dalam Rangka Pembangunan Nasional Semesta Berentjana menudju kemasjarakat Indonesia jang adil dan makmur". H.B Jassin pernah mengatakan perlunya penyelidikan cerita-cerita rakyat sebagai penelusuran proses kreatif, imajinasi, bahkan mental kita.

Di buku Tjerita Rakjat III (1963)  ini kita kembali disuguhi banyak cerita kabayan yang seingatku banyak dikutip pula di lks dan paket Bahasa Indonesia sekadar potongan cerita, pilihan ganda ataupun esai. Kita mungkin pernah teringkal-pingkal mendengar cerita konyol si Kabayan, yang pernah di film-kan dengan Didi Petet sebagai aktor konyol ini. Ada cerita menarik, judulnya "Si Kabajan Tjuri Nangka" diceritakan kembali oleh Achdiat K Mihardja. Begini,

Si Kabajan tjuri nangka. Kepergok oleh jang punja.
Hai, Kabajan, kamu tjuri nangka gua, hah!
Tidak!
Ija, buktinja, bibirmu lengket karena getahnja.
Mana bisa, kan saja sudah minjaki dulu di rumah.

Atau coba kita dengar sedikit cuplikan dialog "Semut dan Belalang" yang diceritakan kembali oleh Soepanto. Cerita ini berasal dari cerita rakyat dari jawa.

Dengan segera si semut ditolongnja. Tali dilemparkan ketengah sunagi sebelah udjung, jang sebelah lagi dipegangnja. semut merambat tali itu, dan selamatlah sampai di daratan.

Terima kasih, belalang sahabatku," kata semut dengan gembira.
"Sama-sama" kata belalang sambil tersenjum, bersahabat harus tolong-menolong."

Kalau kurang,  kita juga bisa membaca cerita rakyat dari daerah lain. Contohnya Si Lao dan Ikan Gabus (Sulawesi Selatan) oleh Achmad, Asal Mula Tokeh  (Madura) oleh, A. Hatib,  Bebek Belimas (Lombok)oleh Soedjiah

 Aku pikir cerita seperti ini sudah jarang sekali kita dengar. Budaya lisan berupa mendongeng jarang sekali dipraktikan di rumah ataupun di sekolah. Kini kita jarang bahkan tidak lagi menyentuh buku cerita rakyat seperti ini. Anak-anak sekarang merupakan generasi televisi. Oh bukan generasi tablet dan internet. Eh, ditambah ibunya yang sibuk menoton sinetron tak sempat membacakan cerita sepert ini.

 Jadi anak sekarang lebih banyak didongengi televisi, internet, video game dibandingkan oleh buku. Nah, jangan bingung kalau nanti anak-anak kita  mau tidur dan bertanya dengan aneh, "pak, bu, aku ingin di dongengi batman?". Nah loh!